Kenapa orang begitu bersemangat menyongsong datangnya
Ramadhan? tak diragukan lagi bahwa banyak manfaat serta hikmah yang didapat
dari orang yang berpuasa dibulan ramadhan. Keterangan ini bisa didapat dari
kitab kitab serta riwayat riwayat saheh berkenaan dengan ramadhan, diceritakan
bahwa sahabat nabi begitu antusias menyambutnya. Hal ini tergambar dari
ekspresi serta mimik-mimik mereka yang riang gembira.
Bagamana dengan kita? mungkin sebagian sangat
berbahagia karena berharap ramadhan merupakan momentum penting untuk
memperbaiki diri serta meningkatkan kualitas ibadah kita, namun tak dipungkiri
sebagian lain yang menyambutnya dingin dingin saja karena menganggap bulan
tersebut hanyalah rotasi dari bulan bulan sebelumnya.
Agus mustofa dalam bukunya, scientific fasting,
menjelaskan setidaknya ada empat manfaat puasa. Pertama, manfaat lahiriah,
yakni berupa kesehatan serta ketajaman berfikir. Kedua, manfaat batiniah yang
bersifat meneguhkan keyakinan dan pengendalian diri dalam mengarungi kehidupan.
Ketiga, manfaat social yang berfungsi membangun kembali sendi sendi kehidupan
social agar diperoleh format kehidupan kolektif yang adil dan sejahtera. Serta
keempat, manfaat spiritual yang berkaitan dengan pendekatan kita kepada ALLAH
swt. Sebagai puncak tujuan hidup dan ibadah kita.
Bagi orang beriman, tentu ramadhan sangat dinanti
nantikan kehadirannya. Inilah bulan dinama rahmad, maghfidah, keberkahan serta
berbagai keutamaan dapat direguk, apalagi di antara malam malamnya terdapat
satu malam istimewa bernama malam lailatur qadr. Inilah indahnya orangyang
berpuasa di bulan Ramadhan. Hanya saja dalam dataran praktisnya, tak semua
orang mukmin bisa menjalankan rukun islam yang satu ini. Bukan karena ketidaktahuan
mereka tentang luar biasanya amalan di bulan ini, tetapa karena ada Beberapa
kendala. Kendala kendala inilah yang di sebut juga dengan udzur syar’i yang
menyebabkan orang mukmin boleh tidak menjalankan puasa ramadhan di bulan
ramadhan. Apa udzur udzur tersebut? dalam beberapa keterangan yang bersumber
dari nash-nash yang kuat adalah orang yang sakit, musafir, orang yang lanjut
usia, wanita yang sedang hamil dan menyusui. Untuk itulah, tulisan ini tidak
bermaksud membahas semua udzur di atas melainkan hanya problem yang dihadapi
oleh wanita hamil dan menyusui di bulan
ramadhan. Alasan apa yang menyebabkan mereka boleh tidak berpuasa, baik secara
medis maupun agama?
SISI MEDIS
Sebenarnya wanita hamil dan menyusui tetap boleh berpuasa. Karena puasa ramadhan pada
hakekatnya hanya memindahkan makan pagi, siang, dan malam menjadi buka, sahur
dan waktu diantaranya. Ibu dan janinnya tidak akan kekurangan gizi, asalkan
mengkomsumsi makanan yang seimbang selama buka puasa, sahur dan waktu diantara
buka dan sahur. Namun, tentu saja kesehatan kandungan dan bayi yang disusui
harus diprioritaskan. Jika ibu hamil merasa lemah, pusing atau timbul masalah
kesehatan yang ada hubungannya dengan puasa seperti hipertensi, sebaiknya
memutuskan untuk tidak puasa. Demikian halnya trimester awal yang biasanya
disertai mual atau muntah masih sering terjadi. Disamping itu, pada bulan bulan
terakhir terkadang juga terjadi keracunan kehamilan. Untuk menghindari hal
demikian, sebaiknya tidak berpuasa. Dan bagi bayi yang masih membutuhkan ASI,
jika asupan ASInya jadi berkurang hingga bisa mengakibatkan terganggunya
kesehatan bayi lantaran sang ibu berpuasa, maka dalam hal ini seorang ibu yang
menyusui pun boleh tidak berpuasa. Oleh karena Itu, kalaupun ada ibu hamil yang
tetap berpuasa, ia juga harus mengomsumsi makanan yang bergizi pada saat
berbuka dan sahur. Sayur, protein dan makanan sehat lainnya tak boleh
dilewatkan karena wanita yang hamil membutuhkan kalori dan kebutuhan makanan
yang cukup. Sehingga kebutuhan ibu akan zat zat makanan juga menjadi lebih
besar. Apalagi jika usia kandungan sudah besar, tentu juga si ibu memerlukan
persiapan energi lebih besar menjelang melahirkan sang bayi. Akibatnya konsumsi
energi yang dibutuhkan juga lebih besar ketimbang wanita yang tidak hamil.
Sehingga, meskipun ibunya sedang berpuasa, janin tetap mendapatkan pasokan gizi
yang cukup. Namun, bukan berarti wanita hamil harus makan sepanjang malam agar
janin dalam kandungan tidak kelaparan. Makan secukupnya saja, karena lambung
juga punya kapasitas sendiri. Yang penting makanannya bergizi. Selain itu,
wanita hamil sebaiknya juga mengurangi aktivitas. Sebab energi yang dibutuhkan
pada saat tidak berpuasa pun cukup besar lantaran bebannya bertambah. Memang
energinya bisa di ambil dari lemak yang tersimpan di dalam tubuh. Tapi akan
lebih baik bila memambah waktu istirahatnya yang cukup supaya tidak terlalu
lelah. Begitu juga untuk kebutuhan sirkulasi darah, metabolisme tubuh dan yang
lainnya. Mengingat kondisi inilah, islam memberikan dispensasi (rukhshah)
kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa. Dalam konteks inilah,
islam juga sudah memahami betapa seorang wanita hamil memerlukan energi yang
lebih besar, sehingga diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Sebenarnya prinsip
agama tidaklah membebani di luar batas kemampuan dan kesanggupan umatnya. Semua
orang muslim yang sudah baliqh, wajib menjalankan sholat sebagaimana biasanya.
Tetapi dalam kondisi tertentu, sakit misalnya, agama memberikan keringanan.
Orang boleh saja menjalankan shalatnya dengan cara duduk atau berbaring sesuai
kemampuannya. Demikian pula dengan kewajiban berpuasa bagi wanita hamil dan
menyusui yang kondisinya jelas berbeda dengan wanita biasa. Agama memberikan
dispensasi pada kelompok wanita ini. Semua mazhab fiqih sepakat bolehnya mereka
tidak berpuasa di bulan ramadhan. Memang dalam nash Al-Qur’an tidak
menyebutkan, tapi bisa diqiyaskan dengan orang sakit, dimama secara jelas
Al-Qur’an menyebutkannya, “dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada akhir hari-hari yang lain”(QS.Al-Baqarah:185).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar